Link Al-Quran Explorer!

Quran Explorer - Interactive Audio Recitations & Translations

Thursday, April 29, 2010

^_^Kelebihan Bertaqwa Kepada Allah^_^

Oleh:
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas



Seorang penuntut ilmu harus bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di mana pun ia berada, juga harus senantiasa merasa diawasi oleh-Nya. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

“Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” [1]

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang bertaqwa, cukup, dan tersembunyi.” [2]

PENUNTUT ILMU WAJIB MENGHORMATI GURU DAN BERTERIMA KASIH KEPADANYA
Seorang penuntut ilmu wajib menghormati ustadz (guru)nya yang telah mengajarnya, wajib beradab dengan adab yang mulia, juga harus berterima kasih kepada guru yang telah mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepadanya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak termasuk golongan kami; orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak seorang ulama” [3]

Syaikh al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullaah berkata, “Seorang penuntut ilmu harus memperbaiki adabnya terhadap gurunya, memuji Allah yang telah memudahkan baginya dengan memberikan kepadanya orang yang mengajarkannya dari kebodohannya, menghidupkannya dari kematian (hati)nya, membangunkannya dari tidurnya, serta mempergunakan setiap kesempatan untuk menimba ilmu darinya.

Hendaklah ia memperbanyak do’a bagi gurunya, baik ketika ada maupun ketika tidak ada.

Karena, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

“Barangsiapa telah berbuat kebaikan kepadamu, maka balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak mendapati apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdo’alah untuknya hingga engkau menganggap bahwa engkau benar-benar telah membalas kebaikannya.” [4]

Adakah kebaikan yang lebih agung daripada kebaikan ilmu? Padahal, setiap kebaikan itu akan terputus kecuali kebaikan ilmu, nasihat dan bimbingan.

Setiap masalah yang dimanfaatkan oleh setiap manusia dan orang yang mengambil ilmu darinya, maka manfaatnya akan diperoleh oleh orang yang mengajarkannya dan juga penuntut ilmu dan orang lain. Sebab, hal itu adalah kebaikan yang senantiasa mengalir kepada pemiliknya.”

Syaikh as-Sa’di rahimahullaah melanjutkan, “Temanku telah mengabarkan kepadaku -ketika itu gurunya telah meninggal- ketika ia telah berfatwa dalam suatu masalah dalam ilmu faraaidh (ilmu waris) bahwa ia melihat gurunya dalam mimpi membaca di dalam kuburnya. Ia berkata, ‘Masalah si fulan yang engkau berfatwa mengenainya, pahalanya telah sampai kepadaku.’

Ini adalah perkara yang telah dikenal dalam syari’at,

“Barangsiapa membuat contoh yang baik, maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari Kiamat.” [5]

TIDAK BOLEH MENYEMBUNYIKAN ILMU
Menyembunyikan ilmu adalah satu sifat tercela yang disandang oleh Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani), yaitu mereka menyembunyikan kebenaran risalah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam di dalam Kitab suci keduanya: Taurat dan Injil.

Apabila seseorang mengetahui suatu ilmu, kemudian ada orang lain yang bertanya tentang ilmu tersebut maka ia harus menyampaikan ilmu tersebut kepadanya. Sebab apabila tidak dilakukan dan ia menyembunyikan ilmunya itu, ia terkena ancaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,

“Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan di-belenggu pada hari Kiamat dengan tali kekang dari Neraka.” [6]
Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat.” [Al-Baqarah: 159]

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullaah mengatakan, “Seorang penuntut ilmu hendaklah memberikan ilmunya kepada penuntut ilmu selainnya dan tidak menyembunyikan suatu ilmu pun karena ada larangan keras dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan tersebut.” [7]

Selain itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan perumpamaan bagi orang yang menyembunyikan ilmu dalam sabda beliau.

“Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu kemudian tidak menceritakannya (tidak mendakwahkannya), seperti orang yang menyimpan perbendaharaan lalu tidak menginfakkannya.” [8]

Ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang berkaitan tentang apa yang wajib diketahui oleh setiap Muslim dari urusan agamanya.

Selain itu, menyampaikan ilmu hanyalah kepada orang yang layak menerimanya. Adapun orang yang tidak layak menerima ilmu itu, maka boleh menyembunyikan ilmu darinya. Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Syakir rahimahullaah mengatakan, “Menyampaikan ilmu hukumnya wajib dan tidak boleh menyembunyikannya, namun mereka (para ulama) mengkhususkan hal itu bagi orang yang berkopetensi (layak) menerimanya.

Diperbolehkan menyembunyikan ilmu kepada orang yang belum siap menerimanya, demikian juga kepada orang yang terus-menerus melakukan kesalahan setelah diberikan cara yang benar.” [9]

PENUNTUT ILMU HARUS TUNDUK PADA KEBENARAN
Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata, “Allah Ta’ala adalah Hakim Yang Mahaadil dalam memberikan hukuman. Dia-lah Dzat yang Nama-Nya Mahatinggi. Dan orang-orang yang meragukan hal itu akan binasa.” [10]

‘Abdurrahman bin ‘Abdillah bin Mas’ud rahimahullaah berkata, “Ada seseorang yang datang kepada ‘Abdullah bin Mas’ud seraya berkata, ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, beritahukan kepadaku kalimat yang simpel namun banyak mengandung manfaat!’ ‘Abdullah menjawab, ‘Jangan sekali-kali engkau menyekutukan Allah. Berjalanlah bersama Al-Qur-an kemana saja engkau pergi. Jika ada kebenaran yang datang kepadamu, janganlah segan-segan untuk menerimanya sekalipun kebenaran itu jauh letaknya dan tidak menyenangkan. Dan jika ada kebathilan yang datang kepadamu, tolaklah ia jauh-jauh sekalipun kebathilan itu sangat dekat letaknya dan sangat kausukai.’” [11]

Imam asy-Syafi’i rahimahullaah mengatakan, “Ketika aku meriwayatkan hadits shahih dari Rasulullah dan aku tidak menggunakannya, maka aku bersaksi pada kalian semua bahwa (sejak itulah) kewarasan akalku telah hilang.” [12]

Beliau juga berkata, “Apabila ada seseorang yang mengingkari dan menolak kebenaran berada di hadapanku, maka aku tidak akan menaruh hormat lagi kepadanya. Dan barangsiapa yang menerima kebenaran, maka aku pun akan menghormati dan tanpa ragu akan mencintainya.” [13]

Orang yang sombong adalah orang yang menolak kebenaran, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

“...Yang dikatakan sombong adalah menolak kebenaran dan melecehkan manusia.” [14]

Pictures: NASA Solar Observatory's First Shots



The Sun, in Living Color

 A composite image shows different temperatures on the sun in one of the first pictures taken by NASA's Solar Dynamics Observatory.

Crashing Solar Surf

A closeup of a wave on the sun's surface, one of the first pictures taken by NASA's Solar Dynamics Observatory.

Saturday, April 17, 2010

^_^ Teman Sejati^_^

Muhasabah diri.

Assalamualaikum.Wahai anak-anakku.Perjalanan masih panjang.Bekalan memerlukan kesungguhan dari lubuk hati yg suci.Keikhlasan merupakan kemuncak kelazatan dalam beribadah.Ummi...

Thursday, April 15, 2010

^_^Kelebihan Solat Dhuha^_^

Antara ibadat sunat yang dianjurkan dan menjadi amalan Rasullullah SAW sendiri ialah solat sunat Dhuha. Banyak hadis-hadis yang mengalakkannya dan menyatakan keutamaannya, antaranya dalam riwayat Abu Hurairah katanya:

“Kekasihku Rasullullah SAW telah berwasiat kepadaku tiga perkara, aku tidak meninggalkannya, iaitu ; supaya aku tidak tidur melainkan setelah mengerjakan witir, dan supaya aku tidak meninggalkan dua rakaat solat Dhuha kerana ia adalah sunat awwabin, dan berpuasa tiga hari daripada tiap-tiap bulan”
(Hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim)


Dalam riwayat yang lain Rasullullah SAW pernah bersabda yang maksudnya :

“Pada tiap-tiap pagi lazimkanlah atas tiap-tiap ruas anggota seseorang kamu bersedekah; tiap-tiap tahlil satu sedekah, tiap-tiap takbir satu sedekah, menyuruh berbuat baik satu sedekah, dan cukuplah (sebagai ganti) yang demikian itu dengan mengerjakan dua rakaat solat Dhuha .”
(Hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

Adapun kelebihan sembahyang Dhuha itu sepertimana di dalam kitab “An-Nurain” sabda Rasullullah SAW yang maksudnya : “Dua rakaat Dhuha menarik rezeki dan menolak kepapaan.”

Dalam satu riwayat yang lain Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya : “Barangsiapa yang menjaga sembahyang Dhuhanya nescaya diampuni Allah baginya akan segala dosanya walaupun seperti buih dilautan.” 
(Riwayat Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)

Monday, April 12, 2010

..:: Imam Shafie lepas hukuman pancung berkat keagungan ilmu, zikrullah ::..

KETIKA pemerintahan Harun Al-Rashid sebagai khalifah kerajaan Bani Abbasiyah, Imam Shafie dilantik menjadi urus setia kepada wakil Yaman.

Khalifah Harun Al-Rashid melantik Imam Al-Shafie memegang jawatan itu berdasarkan kecerdasan dan kepintarannya yang luar biasa.

Penduduk Yaman gembira dan mengalu-alukan kehadiran imam yang alim itu. Setiap hari ramai pegawai belajar dan meminta fatwa beliau di luar waktu kerja.

Menjadi lumrah, walaupun ramai yang menyayangi Imam Shafie, ada juga yang membenci dan iri hati kepada beliau.
Mereka sentiasa mencari helah menyingkirkan Imam Shafie dari kota Yaman. Ketika itu puak Syiah sedang berkembang dan berkomplot untuk menumbangkan kerajaan Bani Abbasiyah di Yaman.

Kesempatan ini digunakan oleh orang yang dengki kepada Imam Shafie dengan melaporkan kepada Khalifah Harun Al-Rashid bahawa beliau juga termasuk salah satu pemimpin puak Syiah di Yaman yang mengaturkan pemberontakan.

Hasutan itu berhasil kerana Khalifah Harun Al-Rashid mengirim sepasukan polis untuk menangkap pemberontak, termasuk Imam Shafie.

Apabila pasukan polis itu sampai di Yaman, mereka terus menangkap orang yang dituduh tanpa soal siasat. Hal ini kerana perintah itu datangnya dari istana. Mereka, termasuklah Imam Syafie yang ditangkap dengan tangan dan kakinya digari.

Tahanan diarak dari Yaman ke Baghdad. Pelbagai penderitaan dialami mereka dalam perjalanan yang jauh itu. Bagi Imam Shafie, beliau tabah menghadapi ujian itu kerana yakin tidak bersalah.

Semua itu cuma fitnah belaka. Sepanjang perjalanan beliau tidak henti berzikir kepada Allah.

Apabila sampai di kota Baghdad, mereka dibawa menghadap Khalifah Harun Al-Rashid tanpa memberi peluang berehat atau tidur seketika selepas melalui perjalanan yang sangat jauh.

Sebelum dipanggil, mereka dibebankan dengan dugaan yang berat iaitu kaki dan tangan digantung dengan besi. Maka, mereka tidak dapat berdiri dan berjalan merangkak-rangkak apabila dipanggil.

Persidangan bermula dengan orang yang pertama dipanggil. Dia ditendang oleh petugas hingga merangkak menghadap khalifah.

Mereka yang dikatakan pemberontak dipanggil seorang demi seorang dan dihukum pancung. Mereka yang didakwa gelisah dan tahu mereka juga akan mati seperti orang sebelumnya.

Imam Shafie saja yang tidak sedikit pun gelisah. Beliau tenang saja, seolah-olah tidak ada apa-apa yang berlaku terhadap dirinya. Beliau terus berzikir kepada Allah. Kelakuannya menyebabkan setiap pegawai curiga kerana sikapnya berlainan sekali.

Apabila nama Imam Shafie dipanggil, beliau juga diperlakukan seperti orang lain. Beliau ditengking. Kemudian merangkaklah beliau ke tempat persidangan. Apabila sampai di hadapan khalifah beliau memberi salam.

Khalifah hairan bercampur marah kerana inilah pertama kalinya bertemu dengan orang yang didakwa memberi salam. Dengan terpaksa khalifah membalas salamnya.

Beliau berkata: “Wahai Muhamad bin Idris (nama sebenar Imam Syafie), kamu telah melakukan perkara sunnah yang tidak diperintahkan dalam majlis di sini yang menyebabkan aku wajib menjawabnya. Mengapa kamu berani bercakap tanpa kebenaranku?”

Imam Shafie berkata: “Wahai khalifah, sesungguhnya Allah telah berfirman: ‘Allah menjanjikan buat orang beriman antara kamu semua dan orang yang berbuat kebajikan akan menjadikan mereka itu khalifah di muka bumi ini, seperti Dia akan menetapkan bagi mereka itu agama-Nya yang disukai-Nya dan Dia akan menggantikan keamanan kepada mereka itu sesudah mereka itu ketakutan’.”

Khalifah yang suka kepada ilmu pengetahuan seronok mendengar hujah Imam Shafie. Baginda bertanya lagi: “Apakah maksudmu berhubung dengan tindakanmu itu?”

Imam Shafie berkata: “Apabila Allah itu berjanji tentu Dia akan menepati janji-Nya dan kini dia telah menetapkan tuanku menjadi khalifah di muka bumi-Nya. Tuanku telah mendatangkan keamanan pada diri saya selepas saya ketakutan melalui jawapan tuanku (iaitu dari jawapan salam Harun Al-Rashid). Dengan demikian baginda telah memberikan rahmat Allah dengan kemurahan tuanku kepada saya, ya Amirul Mukminin.”

Khalifah Harun Al-Rashid tidak membantah alasan Imam Shafie itu. Baginda memang menyedari dirinya dikalahkan oleh kecerdikan Imam Shafie. Pada hakikatnya baginda telah memberikan pengampunan kepada Imam Shafie melalui jawapan salam.

Untuk menutupi kekalahannya Khalifah Harun bertanya: “Hah, sekarang hujah apa yang akan kamu gunakan untuk menolak segala tuduhan ke atas dirimu?

“Aku dengar engkaulah yang mengetuai satu pakatan untuk memberontak kepada kerajaan ini atas nama sahabatmu Abdullah bin Hasan.”

Dakwaan itu dijawab dengan bijak oleh Imam Shafie. Katanya: “Tuanku yang mulia telah mengatakan apa-apa yang terlintas di hati tuanku, kini saya pula akan mengatakan perasaan saya untuk mencari keadilan dan keinsafan.

“Tetapi sayang, saya tidak mungkin dapat mengeluarkan perasaan saya dengan selesa selama badan saya masih diikat dan digantung dengan besi berat ini.

“Oleh itu saya memohon agar rantai ini dibuka terlebih dulu. Dengan demikian saya akan dapat bercakap dengan tenang dan tepat. Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.”

Khalifah berkata: “Segera lepaskan rantai di kaki orang ini.” Pengawal segera membuka rantai dan dengan menarik nafas lega Imam Shafie duduk dengan tenang, kemudian beliau berkata: “Wahai khalifah, wahai Amirul Mukminin, Allah telah berfirman: “Wahai orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang yang derhaka (fasik) dengan membawa berita, maka hendaklah kamu siasat dahulu kesahihan berita itu.“

Sebaik mendengar ucapan itu, khalifah tersedar kesilapan yang dilakukannya, tetapi baginda masih berdiam diri.

Imam Shafie berkata lagi: “Wahai khalifah, saya ingat tuduhan pada saya ini sangat tidak berasas. Orang yang membawa berita telah berdusta kepadamu.

“Mereka hanya dengki kepada saya. Sesungguhnya saya ini orang yang menjaga kehormatan Islam dan bangsa.

“Saya ingat, cukuplah setakat dua perkara ini menjadi jalan dan perantaraan bagi tuanku untuk mengambil tindakan yang benar. Tuanku lebih berhak memegang kitab Allah kerana tuanku adalah putera bapa saudara Rasulullah yang sangat kuat membela agamanya dan mempertahankan pendiriannya sepanjang menjadi pimpinan daripada Allah.”

Khalifah kelihatan gembira apabila mendengar penjelasan daripada Imam Shafie. Baginda berkata: “Kini kau bebas daripada semua tuduhan. Mulai hari ini kau boleh bergembira dan lenyapkanlah semua kegelisahanmu. Kami mesti memelihara hak kekeluargaanmu dan menghargai ketinggian ilmumu.”

Imam Shafie bebas daripada hukuman pancung. Segala tuduhan adalah kerana dengki semata-mata. Oleh sebab kebijaksanaannya, beliau dapat mengalahkan hujah Khalifah Harun Al-Rashid.

Setelah Imam Shafie dibebaskan, beliau diletakkan di tempat yang sewajarnya oleh khalifah. Baginda sentiasa meminta pandangan, nasihat dan fatwa beliau. Khalifah dan pembesarnya menangis sepuas-puas hatinya apabila mendengar nasihat Imam Shafie.

Akhirnya majlis itu menjadi satu majlis penyesalan. Khalifah dan pembesarnya menangis kerana Imam Shafie memberi nasihat, pandangan dan marah kepada mereka kerana cuai dalam melaksanakan tugas yang diamanahkan.

Khalifah Harun berkata: “Saya telah mengarahkan seorang pembesar untuk menyampaikan hadiah wang sebanyak 2,000 dinar untuk kau, Shafie.”

Imam Shafie berkata: “Tidak, sesekali tidak, ya Amirul Mukminin. Jangan begitu, Allah tidak menghendaki yang demikian pada diri saya.

“Kalau saya terima juga hadiah ini, maka akan menjadi gelaplah semua nasihat tadi.”

Ketika itu juga Imam Shafie memohon keluar dari majlis itu. Kemudian, beliau datang lagi ke istana kerajaan dan menghadap Khalifah Harun Al-Rashid.

Kali ini, khalifah memberikan hadiah 1,000 dinar dan beliau pun menerimanya serta mendoakan kesejahteraan baginda.

Khalifah berkata: “Engkau memang betul-betul bijak, semoga Allah memusnahkan musuh-musuh engkau dan selamatkan engkau daripada bahaya.”

Sewaktu Imam Shafie keluar istana, seorang pegawai yang bernama Siraj mengekorinya kerana ingin tahu apa yang akan dibuatnya dengan wang sebanyak itu.

Siraj terkejut apabila Imam Shafie membahagikan wang itu kepada pegawai kerajaan yang sedang bekerja di sekitar istana. Ketika beliau hendak melangkah keluar dari kawasan pentadbiran negara, duit tinggal sedikit saja.

Tiba-tiba beliau tertoleh ke belakang dan terlihat Siraj yang sejak tadi memperhatikan gelagatnya. Pada waktu itu juga baki duit yang masih ada di tangannya diberikan kepada Siraj.

Imam Shafie tidak mengambil sesen pun duit hadiah itu. Lantas Siraj kembali ke istana dan memberitahu kepada khalifah.

Sunday, April 11, 2010

^_^ Bab 20; Kerajaan Khualafa' Al-Rasyidin ^_^

Perkembangan Islam Pada Zaman Khulafa’ Ar-Rasyidin

Isi Kandungan
1. Bagaimana Perkembangan Politik dan Pemerintahan Pada masa Khulafa’ al-Rayidun?
2. Bagaimana Perkembangan Kebudayaan dan Peradaban Pada masa Khulafa’ al-Rayidun?
1.      Politik dan Pemerintahan Pada masa Khulafa’ al-Rasyidin

Abu Bakar As-Shiddiq 11-3 H/ 632-634 M
Abu Bakar memangku jabatan khalifah berdasarkan pilihan yang berlangsung sangat demokratis di muktamar Tsaqifah Bani Sa’idah, memenuhi tata cara perundingan yang dikenal dunia modern saat ini. Kaum Anshar menekankan pada persyaratan jasa (merit), mereka mengajukan calon Sa’ad Ibn Ubadah. Kaum muhajirin menekankan pada persyaratan kesetiaan, mereka mengajukan Abu Ubaidah Ibn Jarrah.2 
 
Sementara itu Ahlul bait menginginkan agar Ali Ibn Abi Thalib menjadi khalifah atas dasar kedudukannya dalam islam, juga sebagai menantu dan karib Nabi. Hampir saja perpecahan terjadi. Melalui perdebatan dengan beradu argumentasi, akhirnya Abu Bakar disetujui oleh jama’ah kaum muslimin untuk menduduki jabatan khalifah.
Sebagai kahlifah pertama, Abu Bakar dihadapkan pada keadaan masyarakat sepeninggal Muhammad SAW. Meski terjadi perbedaan pendapat tentang tindakan yang akan dilakukan dalam menghadapi kesulitan yang memuncak tersebut, kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan batinnya. Seraya bersumpah dengan tegas ia menyatakan akan memerangi semua golongan yang menyimpang dari kebenaran (orang-orang yang murtad, tidak mau membayar zakat dan mengaku diri sebagai nabi).
Kekuasaan yang dijalankan pada massa khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasululllah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum,. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabatnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengririm kekuatan ke luar Arabia. Khalid Ibn Walid dikirim ke Irak dan dapat menguasai Al-Hiyah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi dibawah pimpinan empat jendral yaitu Abu Ubaidah, Amr Ibn ‘Ash, Yazid Ibn Abi Sufyan, dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun.
 
Umar Ibn Al-Khaththab 13-23 H/634-644 M
Umar Ibn Al-Khaththab diangkat dan dipilih oleh para pemuka masyarakat dan disetujui oleh jama’ah kaum muslimin. Pada saat menderita sakit menjelang ajal tiba, Abu Bakar melihat situasi negara masih labil dan pasukan yang sedang bertempur di medan perang tidak boleh terpecah belah akibat perbedaan keinginan tentang siapa yang akan menjadi calon penggantinya, ia memilih Umar Ibn Al-Khaththab. Pilihannya ini sudah dimintakan pendapat dan persetujuan para pemuka masyarakat pada saat mereka menengok dirinya sewaktu sakit.
Pada masa kepemimpinan Umar Ibn Al-Khaththab, wilayah islam sudah meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan begitu cepat, Umar Ibn Al-Khaththab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi pemerintahan, dengan diatur menjadi delapan wialayah propinsi : Mekah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga Yudikatif dengan Eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, Jawatan kepolisian dibentuk. Demikian juga jawatan pekerjaan umum, Umar Ibn Al-Khaththab juga mendirikan Bait al-Mall. Dalam menyelesaikan permasalahan yang berkembang dimayarakat Umar selalu berkomunikasi dengan orang-orang yang memang dianggap mampu dibidangnya.3
 
Ustman Ibn Affan 23-35 H/644-656 M
Ustman Ibn Affan dipilih dan diangkat dari enam orang calon yang diangkat oleh khalifah Umar saat menjelang wafatnya karena pembunuhan. Keenam orang tersebut adalah: Ali bin Abu Thalib, Utsman bin Affan, Saad bin Abu Waqqash, Abd al-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, serta Abdullah bin Umar, putranya, tetapi “tanpa hak suara”.4 

Umar menempuh cara sendiri yang berbeda dengan cara Abu Abakar. Ia menunjukkan enam orang calon pengganti yang menurutnya dan pengamatan mayoritas kaum muslimin memang pantas menduduki jabatan Khalifah. Oleh sejarawan islam mereka disebut Ahl al-Hall a al’aqd pertama dalam islam., merekalah yang bermusyawarah untuk menentukan siapa yang menjadi khalifah. Dalam pemilihan lewat perwakilan tersebut Ustman Ibn Affan mendapatkan suaran lebih banyak, yaitu 3 suara untuk Ali dan 4 suara untuk Ustman Ibn Affan.
Pemerintah khalifah Ustman Ibn Affan mengalami masa kemakmuran dan berhasil dalam beberapa tahun pertama pemerintahannya. Ia melanjutkan kebijakan-kebijakan Khalifah Umar. Pada separuh terakhir masa pemerintahannya, muncul kekecewaaan dan ketidakpuasaan dikalangan masyarakat karena ia mulai mengambil kebijakan yang berbeda dari sebelumnya. Ustman Ibn Affan mengangkat keluarganya (Bani Ummayyah) pada kedudukan yang tinggi. Ia mengadakan penyempurnaan pembagian kekuasaan pemerintahan, Ustman Ibn Affan menekankan sistem kekuasaan pusat yang mengusaai seluruh pendapatan propinsi dan menetapkan seorang juru hitung dari keluarganya sendiri.
 
Ali Ibn Abi Thalib 35-40 H/656-661 M
Ali Ibn Abi Thalib tampil memegang pucuk kepemimpinan negara di tengah-tengah kericuhan dan huru-hara perpecahan akibat terbunuhnya Usman oleh kaum pemberontak. Ali Ibn Abi Thalib dipilih dan diangkat oleh jamaah kaum muslimin di madinah dalam suasana sangat kacau, dengan pertimbangan jika khalifah tidak segera dipilih dan di angkat, maka ditakutkan keadaan semakin kacau. Ali Ibn Abi Thalib di angkat dengan dibaiat oleh masyarakat.
Dalam masa pemerintahannya, Ali Ibn Abi Thalib mengahadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka, Ali Ibn Abi Thalib tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka menuntut bela’ terhadap daerah Usman yang telah ditumpahkan secara dhalim. Perang ini dikenal dengan nama perang jamal.5
 
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Ibn Abi Thalib juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah. Yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaannya. Pertempuran yang terjadi dikenal dengan perang shiffin, perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelsaikan maslah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga Al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali).6
 
2.      Peradaban dan Kebudayaan Pada masa Khulafa’ al-Rasyidin
1.      Pada Masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
Pada ini kondisi sosial mayarakat menjadi stabil dan dapat mengamankan tanah Arab dari pembangkang dan penyelewengan seperti orang murtad, para nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat.
Selain itu keadaan kaum muslimin menjadi tenteram, tidak khawatir lagi beribadah kepada Allah. Perkembangan dagang dan hubungan bersama kaum muslim yang berada di luar Madinah keadaannya terkendali dan terjalin dengan baik. Selain itu juga kemajuan yang dicapai adalah : Pembukuan Al-Qur’an
2.      Pada Masa Khalifah Umar Ibn Al-Khaththab
Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Umar adalah :
  • Pemberlakuan Ijtihad
  • Menghapuskan zakat bagi para muallaf
  • Mengahpuskan hukum mut’ah
  • Lahirnya ilmu Qira’at
  • Penyebaran Ilmu Hadits
  • Menempa mata uang dan
  • menciptakan tahun Hijriah
3.      Pada Masa Khalifah Ustman Ibn Affan
Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ustman adalah :
  • Penaskahan Al-Qur’an
  • Perluasan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram
  • Didirikannya masjid Al-Atiq di utara benteng babylon
  • Membangun Pengadilan
  • Membnetuk Angkatan Laut
  • Membentuk Departemen:
i.  Dewan kemiliteran
ii.  Baitul Mal
iii.  Jawatan Pajak
iv.  Jawatan Pengadilan
4.      Pada Masa Khalifah Ali Ibn Abi Thalib
Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ali adalah :
  • Terciptanya ilmu bahsa/nahwu (Aqidah nahwiyah)
  • Berkebangnya ilmu Khatt al-Qur’an
  • Berkembangnya Sastra

^_^ ;)Jenis-Jenis Nafsu ;) ^_^

Nafsu ada 7 jenis,iaitu :
1. Nasfu Amarah
- adalah nafsu yang berbangga apabila membuat sesuatu kemungkaran.
- mereka adalah dari golongan yang bersultan di mata dan beraja di hati.
- mereka adalah golongan ahli neraka.

2. Nafsu Lawamah

- adalah nafsu yang menyedari apabila melakukan kemungkaran.
- golonagn ini baramal tetapi masih ada riak, hasad dengki dan sebagainya.
- nafsu mereka selamat tetapi dalam bahaya.
- mereka adalah golongan ahli neraka.

3. Nafsu Marhamah
- adalah nafsu yang telah dapat membuang sifat mazmumah.
- walaupun begitu, mereka masih mengkritik diri sendiri.
- mereka adalah golongan ahli neraka.

4. Nafsu Mutmainah

- adalah nafsu yang lemah lembut.
- mereka mendapat ketenangan dan hilang gelisah di jiwa.
- mereka adalah wali kecil.
- golongan ini adalah dijamin syurga.

5. Nafsu Raudiah

- adalah nafsu yang berusaha untuk melatih diri untuk makrifat dengan Allah Taala.
- mereka bergaul dengan orang ramai tetapi hatinya kepada Allah Taala semata-mata.
- mereka adalah wali besar.

6. Nafsu Kamaliah

- adalah nafsu yang sempurna, nafsu para-para nabi, rasul
7. Nafsu Mardiah
- adalah nafsu yang paling kemuncak. Nafsu yang paling di redhai Allah Taala.

Saturday, April 3, 2010

Jenis-jenis Haji



Haram Mekah

Haji Tamattu' ialah berihram Umrah pada bulan-bulan Haji. Setelah selesai mengerjakan Umrah dan telahpun bertahalul, orang haji akan berniat Ihram Haji pada hari Tarwiah dan dia dikenakan menyembelih Dam.
Haji Qiran ialah berniat Umrah dan Haji secara serentak dan orang Haji tidak boleh bertahallul dari Ihram sebelum melontar Jamrah Aqabah serta bercukur atau bergunting. Dia dikenakan menyembelih Dam.
Haji Ifrad ialah berniat Ihram Haji sahaja dari miqat kemudian hendaklah kekal di dalam Ihramnya sehingga ke hari Nahar (korban). Orang Haji yang mengerjakan Haji Ifrad tidak dikenakan Dam.
Umrah
Ibadat Umrah

Umrah ialah Haji kecil, ia diambil dari perkataan al-I'timar iaitu (ziarah). Orang yang mengerjakan Umrah akan berniat Ihram Umrah dari miqat, mengerjakan Tawaf Qudum, bersaie dan seterusnya bertahallul dari Ihramnya dengan bercukur atau bergunting.